Kasus Suap 100 DPRD Sumut 2009–2014: Keadilan yang Tertunda?, Respon Publik Kapan KPK Bertindak

Medan, 24/06/2025 | Skandal suap yang melibatkan 100 anggota DPRD Sumatera Utara (Sumut) periode 2009–2014 kembali menjadi sorotan publik. Meski 64 di antaranya telah terbukti menerima suap dan menjalani hukuman, ketidakadilan masih terasa karena para pemberi suap—baik dari kalangan pejabat struktural maupun pihak swasta—belum tersentuh proses hukum. Kondisi ini menimbulkan pertanyaan serius tentang konsistensi dan integritas penegakan hukum di Indonesia.

Berdasarkan Fakta Persidangan sejumlah pejabat diketahui terlibat dalam praktik pemberi suap tersebut. Nama-nama seperti Nurdin Lubis (mantan Sekda Sumut), Ahmad Fuad Lubis (mantan Bendahara Provinsi Sumut), Baharuddin Siagian (Biro Keuangan), Randiman Tarigan (mantan Sekretaris DPRD Sumut), dan Anwar Al Haq (pihak swasta) telah disebut dalam berbagai dokumen hukum dan literatur resmi, termasuk buku terbitan KPK-RI berjudul Jejak Korupsi Hukum dan Politik.

Namun, hingga kini belum ada proses hukum yang jelas terhadap mereka. Bahkan, identitas sejumlah pihak swasta yang turut berperan dalam aliran dana suap masih belum terungkap secara terang.

Ketidakjelasan ini menimbulkan kegelisahan di tengah masyarakat Sumatera Utara. Desakan kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) agar segera menuntaskan kasus ini pun semakin menguat. Publik meminta agar penegakan hukum tidak berhenti pada penerima suap saja, tetapi juga menyentuh para pemberi yang selama ini terkesan “kebal hukum.”

Desakan tersebut juga datang dari Tohonan Silalahi, mantan anggota DPRD Sumut yang telah menjalani hukuman. Dalam surat terbukanya kepada KPK RI, ia menuntut kejelasan dan transparansi dalam penanganan kasus yang dianggap mandek selama bertahun-tahun ini.

Kasus ini menjadi refleksi bahwa hukum harus ditegakkan secara adil, menyeluruh, dan tidak tebang pilih. KPK sebagai lembaga independen memiliki tanggung jawab moral dan institusional untuk memastikan bahwa tidak ada pihak yang luput dari proses hukum.

Hingga saat ini, masyarakat Sumut masih menanti langkah konkret dari KPK-RI. Selain menerbitkan buku Jejak Korupsi Hukum dan Politik, belum ada kejelasan tentang kapan proses hukum terhadap para pemberi suap akan dimulai. Ketidakpastian ini memperlebar jurang kepercayaan publik terhadap institusi penegak hukum.

Apakah keadilan hanya berhenti pada separuh pelaku? Atau kita sedang menyaksikan potret buram penegakan hukum yang tertunda?

Dirilis dari: Buku KPK-RI Dengan Judul Jejak Korupsi Hukum dan Politik

Pos terkait